Arahnegeri.com – Dissenting opinion merupakan pendapat terpisah atau berbeda yang disampaikan oleh salah satu atau beberapa hakim dalam sebuah lembaga peradilan, seperti Mahkamah Konstitusi.
Pendapat ini berbeda dari mayoritas pendapat atau putusan yang diambil oleh lembaga tersebut. Dalam konteks Mahkamah Konstitusi, dissenting opinion biasanya disampaikan oleh hakim yang tidak sependapat dengan mayoritas hakim terkait hasil putusan dalam suatu perkara, termasuk dalam kasus sengketa hasil pemilihan umum Presiden-Wakil Presiden.
Dissenting opinion memungkinkan hakim yang memiliki pandangan berbeda untuk menyampaikan alasan atau argumen mengapa mereka tidak setuju dengan putusan mayoritas. Hal ini memperkaya diskusi hukum dan memberikan pandangan alternatif terhadap suatu kasus atau perkara yang diputuskan.
Meskipun dissenting opinion tidak memiliki dampak langsung terhadap putusan akhir, namun dapat menjadi referensi penting dalam perkara-perkara serupa di masa depan dan memberikan pemahaman yang lebih luas terhadap masalah hukum yang dibahas.
Definisi Dissenting Opinion
Dari berbagai sumber yang disebutkan, dapat dijelaskan bahwa dissenting opinion adalah pendapat atau pandangan yang berbeda yang disampaikan oleh salah satu atau beberapa hakim dalam sebuah lembaga peradilan, seperti Mahkamah Konstitusi, ketika putusan tidak tercapai mufakat bulat. Pengertian ini telah diatur secara normatif dalam Pasal 45 ayat (10) UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Dalam konteks Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, dissenting opinion dijelaskan sebagai perbedaan pendapat di antara hakim terhadap putusan yang diambil. Meskipun putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, dissenting opinion memberikan identitas hakim terhadap suatu kondisi, nilai, dan penafsiran yang dianggap benar. Dengan adanya dissenting opinion, akuntabilitas dan kredibilitas intelektual hakim terutama prinsip kehati-hatian untuk memutus dipertaruhkan.
Peraturan mengenati Dissenting Opinion
Pengaturan mengenai dissenting opinion dapat dilihat dalam Pasal 14 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, yakni:
- Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia.
- Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.
- Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai sidang permusyawaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung.
Demikianlah dirangkum mengenai definisi dissenting opinion pertama dalam sejarah perkara PHPU Presiden di MK. Semoga bermanfaat ya!
Baca Juga : Menteri PPN Kepala Bappenas Tekankan Revisi UU IKN : Ada Jaminan Keberlanjutan
Dapatkan informasi terupdate berita polpuler harian dari ArahNegeri.com. Untuk kerjasama lainnya bisa kontak email atau sosial media kami lainnya.