WE Online, Jakarta – Lebih dari satu tahun pula dunia pendidikan seolah mati suri, meski belajar mengajar masih berlangsung dengan bantuan teknologi atau sekolah daring. Meskipun demikian teknologi, tetap tidak dapat menggantikan peran guru, dosen, dan interaksi belajar antara pelajar dan pengajar sebab edukasi bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan tetapi juga tentang nilai, kerja sama, serta kompetensi.
Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Kapusdatin), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Riset Teknologi (Kemendikbud dan Ristek) M Hasan Chabibie mengatakan, sejumlah sekolah terdampak pandemi Covid-19. Sedikitnya ada 127 juta sekolah di dunia yang terdampak Covid-19. Sementara jumlah sekolah yang terdampak Covid-19 di Indonesia sebanyak 407 ribu sekolah dan 3,4 juta guru serta 56 juta siswa.
“Dampak Covid-19 terhadap pendidikan sangat luas, dari siswa yang ketinggalan pelajaran, angka putus sekolah hingga meningkatnya tingkat stress pada anak-anak,” ungkap M Hasan Chabibie dalam acara webinar Indopos.id bertema “Satu tahun pandemi pendidikan jangan berhenti, Selasa (4/5/2021).
Hasan menyebut, beberapa program kebijakan telah dikeluarkan Kemendikbud Ristek menghadapi masa pandemi Covid-19. Dari pembatasan Ujian Nasional (UN), ujian sekolah (US) tidak mengukur capaian seluruh kurikulum, siswa tidak dibebani menyelesaikan capaian kurikulum dan penggunaan dana BOS untuk penanganan Covid-19.
“Kami juga melakukan percepatan integrasi pusat data nasional, siapkan kebutuhan SDM talenta digital dan regulasi terkait skema pendanaan dan pembiayaan,” ungkapnya.
Terkait peta jalan pendidikan, masih ujar Hasan, pemerintah telah menyiapkan program Merdeka Belajar untuk mencapai pendidikan berkualitas. Dengan angka partisipasi tinggi, hasil belajar yang berkualitas, distribusi pendidikan yang merata.
Hasan juga menyebut, sebaran sekolah yang sudah memiliki listrik dan internet untuk sekolah dasar (SD) sebanyak 149.076, SMP sebanyak 40.501, SMA sebanyak 13.843, SMK sebanyak 14. 299. Dengan total satuan pendidikan seleuruhnya sebanyak 218.209.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS Abdul Fikri Faqih mengatakan, asalah yang muncul pada pendidikan di masa pandemi Covid-19. Pasalnya sumber daya manusia (SDM) tidak disiapkan untuk menghadapi pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan sistem digital.
“Potensi terjadi learning loss pada siswa karena transfer ilmu yang terkendala pada minimnya kualitas PJJ karena minimnya infrastruktur dan jaringan internet,” ungkapnya.
Pendidikan di masa pandemi, menurutnya juga berpotensi meningkatkan angka putus sekolah (APS) anak. Data dari KPAI sejak Januari hingga Februari 2021 ada 34 kasus APS. Penyebabnya karena menikah, menunggak SPP, bekerja hingga kecanduan gameonline.
Fikri menuturkan, pendidikan di masa pandemi Covid-19 harus memeperhatiakn kesehatan dan kesehatan peserta didik, guru dan masyarakat. Selian itu juga pendidikan harus memperhatikan kembang tumbuh dan kondisi psikososial anak. PTM terbatas harus hati-hati dengan tetap mengedepankan keselamatan dan kesehatan. Sehingga harus ada alternatif solusi PJJ.
Hal yang sama diungkapkan Plt Kepala PP PAUD dam Dikmas Jabar Poppy Dewi Puspitasari. Menurutnya beberapa tantangan pendidikan saat ini di antaranya adalah globalisasi dan revolusi industri 4.0. Sementara penyesuaian kebijakan pendidikan di masa pandemi Covid-19 tetap mengutamakan keselamatan dan kesehatan.
Pada kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Pendidikan dan Bahasa, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Luciana mengatakan, pentingnya keilmuan digital pedagogik pada guru dan tenaga kependidikan. Hal ini untuk menjawab tantangan pendidikan di masa pandemi Covid-19.
Digital pedagogik sangat penting. Apalagi tantangan PJJ adalah penggunaan digital. Hal ini penting untuk mencapai tujuan akhir pendidikan. Karena, transfer ilmu sangat ditentukan oleh pengetahuan digital pedagogik guru dan tenaga kependidikan.
Baca juga : Kemajuan Industri 4.0 Akan Dorong Indonesia Menuju Sepuluh Besar Kekuatan Ekonomi Global