Jakarta – Kasus laskar FPI bukan pelanggaran ham berat. Hal ini disampaikan Mahfud usai mendampingi Presiden Joko Widodo atau Jokowi bertemu TP3, yang diwakili Amien Rais hingga Abdullah Hehamahua di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (9/3/2021). Pertemuan berlangsung selama 15 menit.
“Mereka yakin telah terjadi pelanggaran HAM berat. Saya katakan, pemerintah terbuka kalau ada bukti, mana bukti pelanggaran HAM berat itu. Sampaikan sekarang atau kalau ndak sampaikan menyusul kepada Presiden,” tutur Mahfud dalam konferensi pers di Youtube Sekretariat Presiden, Selasa.
“Bukti, bukan keyakinan. Karena kalau keyakinan kita juga punya keyakinan sendiri-sendiri bahwa peristiwa itu dalangnya si A, si B, si C,” sambung dia soal penembakan laskar FPI.
Baca : Satgas Jelaskan Efektivitas Vaksin terhadap Virus Corona yang Bermutasi
TP3 meminta agar ada penegakan hukum terkait tewasnya enam laskar FPI. Mereka juga meminta agar kasus tersebut dibawa ke Pengadilan HAM.
“Tujuh orang yang diwakili oleh Pak Amien Rais dan Pak Marwan Batubara tadi, mereka menyatakan keyakinan telah terjadi pembunuhan 6 laskar FPI dan mereka meminta agar ini dibawa ke pengadilan HAM, karena pelanggaran HAM berat,” ucap Mahfud.
Dia menyampaikan hasil investigasi Komnas HAM menyatakan, yang terjadi di KM 50 adalah pelanggaran HAM biasa. Dia menjelaskan kasus itu ditetapkan pelanggaran HAM berat apabila dilakukan secara struktur dan sistematis.
Kendati begitu, pemerintah siap menerima apabila ada bukti-bukti yang menyatakan kasus pembunuhan enam laskar FPI adalah pelanggaran HAM berat. Bahkan, pemerintah siap mengadili pelaku sesuai ketentuan Undang-Undang.
“Kalu ada bukti itu, ada bukti itu mari bawa. kita adili secara terbuka. kita adili para pelakunya berdasar Undang-Undang nomor 26 tahun 2000,” ujar Mahfud.