Front Pembela Islam kini telah dilarang, namun berdiri kembali dengan nama Front Persatuan Islam. Guru besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara dan Sekolah Tinggi Hukum Militer, AM Hendropriyono, menilai perubahan untuk sekadar melihat bagaimana reaksi pemerintah.
“Saya nggak mau ikut-ikut soal itu. Cuma saya cerita bahwa orang ini mau mencoba. Kalau saya mimikri (evolusi) dia akan gimana, dikejar. Kalau saya metamorfosa dia mau apa, dicoba,” kata Hendropriyono dalam bincang-bincang bersama detikcom di kediamannya, di kawasan Senayan, Jakarta, Senin (4/1/2021).
“Kalau zaman saya dulu saya uber terus, karena kalau yang namanya terlarang, ya akan susah nantinya,” lanjutnya.
Dia pun melanjutkan dengan berbicara perihal aset. Menurutnya, jika FPI memiliki aset, bisa mereka terus membentuk organisasi untuk mempertahankan aset.
“Punya atau nggak, kalau gitu sampai dikejar kan berarti dia khawatir dong. Barangkali dia mimikri jadi Front Persatuan Islam itu kan dalam rangka juga mewaspadai aset, keuangan dan lain-lain. Kalau nggak, ya sudah bubar. Kok masih ada? Ya (berarti) ada yang dipertahankan,” ujar Hendropriyono.
Diketahui, setelah Front Pembela Islam dibubarkan, para pendirinya kembali membuat organisasi dengan nama baru, yakni Front Persatuan Islam. Singkatan yang akan dipakai juga akan sama, begitu juga dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
“AD/ART (Front Persatuan Islam) sama dengan Front Pembela Islam kemungkinan,” ujar kuasa hukum FPI, Aziz Yanuar, saat dihubungi, Minggu (3/1).
Azis belum menjelaskan kapan struktur organisasi, logo, visi-misi, dan hal lainnya tentang Front Persatuan Islam diumumkan. Aziz hanya mengatakan konsolidasi masih dilakukan.
“(Belum diumumkannya) karena belum disepakati dan diputuskan,” katanya.
Mendagri Tito Karnavian jauh-jauh hari pernah menjelaskan perihal masalah dari AD/ART Front Pembela Islam. Simak di halaman berikutnya.