cnnindonesia.com – Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengaku akan melipatgandakan produksi atau ketersediaan kedelai di dalam negeri. Komitmen ini dikemukakan di tengah lonjakan harga kedelai impor yang mengakibatkan harga tahu tempe naik.
Ia mengakui pengembangan kedelai lokal sulit dilakukan oleh petani di dalam negeri. Padahal, kebutuhannya setiap tahun terus meningkat.
“Petani lebih memilih untuk menanam komoditas lain yang punya kepastian pasar. Namun, kami terus mendorong petani untuk melakukan budidaya,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (4/1).
Karenanya, saat ini, Kementerian Pertanian tengah menyusun dan mengawal implementasinya di lapangan.
Upaya ini dilakukan untuk menekan impor kedelai, mengingat harganya saat ini masih tinggi.
“Masalah kedelai yang ada adalah masalah global sehingga membuat harga kedelai itu terpengaruh, khususnya dari Amerika Serikat (AS) dan itu juga yang dirasakan di Indonesia. Kontraksi seperti ini di Argentina misalnya juga terjadi,” imbuh Syahrul.
Karena itu, Syahrul berkomitmen akan mendorong produksi kedelai lokal. Beberapa upaya yang dilakukan, yakni perluasan areal tanam dan mensinergikan integrator, unit-unit kerja Kementerian Pertanian, dan pemerintah daerah.
“Hari ini kami sudah bertemu dengan jajaran Kementerian Pertanian dan juga melibatkan integrator dan juga unit-unit kerja lain dari kementerian dan pemda untuk mempersiapkan kedelai nasional lebih cepat,” jelas Syahrul.
Sementara itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi menjelaskan salah satu penyebab harga kedelai impor mahal adalah bertambahnya waktu tempuh pengiriman.
Menurut dia, waktu tempuh pengiriman impor kedelai dari negara asal semula ditempuh selama tiga minggu, tapi kini menjadi enam hingga sembilan minggu.
Suwandi menambahkan pandemi covid-19 telah membuat pasar global kedelai bergejolak. Pasalnya, banyak negara yang bergantung dengan impor kedelai.
Diketahui, lonjakan harga kedelai membuat harga tahu dan tempe ikut naik. Perajin tahu dan tempe di DKI Jakarta dan Jawa Barat sempat melakukan aksi mogok produksi pada 1, 2 dan 3 Januari 2021 sebagai bentuk protes atas harga kedelai yang tinggi.
Ketua Umum Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syaifuddin mengungkapkan alasan di balik mahalnya harga kedelai akhir-akhir ini. Menurut dia, kenaikan harga terjadi karena mengikuti harga pasar internasional.
Berdasarkan catatan Gakoptindo, sekitar 80 persen lebih kebutuhan kedelai di Indonesia ditutup oleh impor dari AS, Brasil, dan beberapa negara lainnya. Lalu, kurang dari 20 persen dipenuhi oleh produksi lokal.
Hal ini membuat harga kedelai impor di dalam negeri sangat bergantung pada pergerakan harga kedelai di pasar internasional. Selain itu, Aip mengatakan kenaikan harga kedelai di pasar dunia terjadi karena China memborong produksi kedelai AS.
Kementerian Perdagangan mencatat harga kedelai di pasar internasional naik 9 persen dari kisaran US$11,92 menjadi US$12,95 per busel. Walhasil, harga kedelai impor yang dibeli Indonesia naik dari kisaran Rp9.000 menjadi Rp9.300 per kilogram (kg).
“Hari ini kami sudah bertemu dengan jajaran Kementerian Pertanian dan juga melibatkan integrator dan juga unit-unit kerja lain dari kementerian dan pemda untuk mempersiapkan kedelai nasional lebih cepat,” jelas Syahrul.
Sementara itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi menjelaskan salah satu penyebab harga kedelai impor mahal adalah bertambahnya waktu tempuh pengiriman.
Menurut dia, waktu tempuh pengiriman impor kedelai dari negara asal semula ditempuh selama tiga minggu, tapi kini menjadi enam hingga sembilan minggu.
Suwandi menambahkan pandemi covid-19 telah membuat pasar global kedelai bergejolak. Pasalnya, banyak negara yang bergantung dengan impor kedelai.
Diketahui, lonjakan harga kedelai membuat harga tahu dan tempe ikut naik. Perajin tahu dan tempe di DKI Jakarta dan Jawa Barat sempat melakukan aksi mogok produksi pada 1, 2 dan 3 Januari 2021 sebagai bentuk protes atas harga kedelai yang tinggi.
Ketua Umum Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syaifuddin mengungkapkan alasan di balik mahalnya harga kedelai akhir-akhir ini. Menurut dia, kenaikan harga terjadi karena mengikuti harga pasar internasional.
Berdasarkan catatan Gakoptindo, sekitar 80 persen lebih kebutuhan kedelai di Indonesia ditutup oleh impor dari AS, Brasil, dan beberapa negara lainnya. Lalu, kurang dari 20 persen dipenuhi oleh produksi lokal.
Hal ini membuat harga kedelai impor di dalam negeri sangat bergantung pada pergerakan harga kedelai di pasar internasional. Selain itu, Aip mengatakan kenaikan harga kedelai di pasar dunia terjadi karena China memborong produksi kedelai AS.
Kementerian Perdagangan mencatat harga kedelai di pasar internasional naik 9 persen dari kisaran US$11,92 menjadi US$12,95 per busel. Walhasil, harga kedelai impor yang dibeli Indonesia naik dari kisaran Rp9.000 menjadi Rp9.300 per kilogram (kg).