JAKARTA – Cemara Institute memberikan apresiasi kepada Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri, Inspektur Jenderal Polisi Agus Suryonugroho, atas transparansi dan keberhasilannya dalam menguatkan sistem Tilang Elektronik (ETLE). Institusi ini menilai transformasi digital dalam penegakan hukum lalu lintas tersebut telah meningkatkan ketertiban berkendara sekaligus mengurangi praktik transaksional di jalan raya secara signifikan.
Apresiasi tersebut disampaikan menyusul paparan resmi Kakorlantas pada Rilis Akhir Tahun Polri 2025 yang berlangsung di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (30/12). Dalam kesempatan itu, Irjen Agus mengungkapkan bahwa mayoritas penegakan hukum pelanggaran lalu lintas pada 2025 sudah berbasis elektronik melalui sistem ETLE.
Hampir seluruh penindakan di lapangan kini telah beralih ke sistem digital, sementara porsi tilang konvensional terus ditekan seminimal mungkin. “Lompatan transformasi digital ini adalah lebih baik,” tegas Irjen Agus saat menjelaskan pencapaian efektivitas sistem tersebut.
Kakorlantas menegaskan bahwa komitmen mengedepankan ETLE merupakan strategi utama untuk mereformasi wajah Polri di mata publik. Sistem ini menjadi langkah konkret untuk mengantisipasi potensi pungutan liar (pungli) dan suap yang kerap terjadi pada penindakan manual di jalan raya.
“Ini bagian dari upaya kami melayani masyarakat dengan pendekatan humanis sesuai arahan Bapak Kapolri,” ujar Irjen Agus. Langkah ini diharapkan mampu menciptakan hubungan yang lebih harmonis dan profesional antara petugas kepolisian dan pengguna jalan.
Rizqi Fathul Hakim, Direktur Cemara Institute, menilai penerapan ETLE yang masif merupakan sebuah disrupsi positif dalam pelayanan publik. Menurutnya, sistem objektif ini mampu memutus ruang negosiasi yang tidak sehat antara petugas dan pelanggar sehingga langsung menyasar akar masalah transaksional di lapangan.
“Sistem objektif ini memutus ruang negosiasi yang tidak sehat antara petugas dan pelanggar sehingga langsung menyasar akar masalah transaksional,” papar Rizqi mengenai dampak positif penggunaan teknologi pemantauan otomatis tersebut.
Meskipun saat ini jumlah kamera ETLE yang tersebar baru mencapai kisaran 1.200 unit, Kakorlantas menyatakan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat sudah menunjukkan tren yang cukup tinggi. Irjen Agus bahkan menyampaikan target ambisius untuk menambah perangkat ETLE menjadi 5.000 unit pada 2026 guna mengoptimalkan efek jera dan kepatuhan.
Rizqi menambahkan bahwa manfaat teknologi ETLE tidak hanya terbatas pada penindakan tilang semata, tetapi juga berfungsi sebagai bahan analisis penting untuk perbaikan manajemen lalu lintas. “Ini adalah investasi untuk sistem transportasi yang lebih rasional dan aman,” jelasnya dalam memberikan pandangan dari sisi infrastruktur.
Namun demikian, Direktur Cemara Institute tetap memberikan catatan penting terkait keberlanjutan sistem ini. Tantangan ke depan adalah memastikan reliabilitas teknologi, transparansi proses banding, hingga edukasi kolektif kepada masyarakat luas agar disiplin berlalu lintas menjadi budaya yang melekat.
“Apresiasi kami tidak berarti pekerjaan telah selesai. Tantangan ke depan adalah memastikan reliabilitas sistem, transparansi dalam proses banding, dan edukasi berkelanjutan agar masyarakat melihat ETLE sebagai alat pembentuk disiplin kolektif,” tandas Rizqi memberikan masukan penutup.
Dengan komitmen revitalisasi yang disampaikan Kakorlantas, transformasi penegakan hukum lalu lintas Polri diproyeksikan akan semakin matang dan profesional. Fokus utama tetap pada pencegahan pelanggaran dan pembangunan budaya tertib berlalu lintas demi keselamatan bersama di seluruh ruas jalan Indonesia.







