Site icon Arah Tujuan Negeri

Marah Putranya Diautopsi Polisi, Ayah Faiz Laskar FPI: Jahatnya Luar Biasa!

Jakarta

Ahmad Faiz Syukur merupakan salah seorang laskar Front Pembela Islam (FPI) yang tewas dalam peristiwa baku tembak di Tol Jakarta-Cikampek Km 50. Ayah Ahmad Faiz, Suhada, menyatakan tidak pernah memberi izin jenazah putranya diautopsi.

“Keluarga tidak pernah mengizinkan putra-putranya untuk diautopsi, dan ketika dibawa dari RS, kami melihat jenazah putra kami dijahit dari ujung sampai ke bawah ada bekas jahitan,” kata Suhada dalam konferensi pers di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, Kamis (21/1/2021).

Suhada juga menjelaskan kondisi jenazah anaknya. Dia menyebut jenazah putranya dijahit sembarangan.

“Lah ini putra kami, bukan anak mereka. Lah mereka jahit sembarangan seperti itu, terbongkar itu isi. Mereka siksa itu dengan air panas atau apa saya tidak ngerti. Hancur badannya putra kami,” terang Suhada.

Lebih lanjut, Suhada mempertanyakan pihak yang memberikan izin atas autopsi putranya. Ia pun mendesak agar insiden baku tembak antara laskar FPI dan polisi diungkap.

“Lah hak mereka apa untuk autopsi putra kami? Siapa yang beri mereka untuk lakukan itu? Ini luar biasa, jahatnya luar biasa. Kalau tidak terungkap, maka negara ini jadi negara yang tidak berperikemanusiaan, negara yang zalim dan biadab,” tegasnya.

Suhada menyebut peristiwa tewasnya Ahmad Faiz menyakitkan. Sebab, tidak ada pemberitahuan dari polisi.

“Ketika kami pertama kami mendengar bahwa anak dan putra kami mati di bunuh polisi dari media, itu sangat menyakitkan bagi kami. Karena apa? Karena tidak ada sepucuk surat datang (dari) pihak kepolisian kepada keluarga untuk mengabarkan bahwa, ‘bapak mohon maaf anak bapak kami bunuh’, gitu. Ada basa-basinya gitu,” ucapnya.

Suhada juga menilai pemerintah seolah tidak peduli atas tewasnya 6 laskar FPI. Dia menyinggung asas negara.

“Jadi sangat sakit kami. Jadi mohon maaf kalau saya bicara rada emosional, karena saya melihat bahwa negara ini sama sekali tidak peduli dengan terbunuhnya 6 warga negara, tanpa proses pengadilan, tidak peduli sama sekali negara ini,” sesal Suhada.

“Padahal bangsa ini adalah bangsa yang berkemanusiaan, bangsa yang adil dan beradab, di mana kemanusiaannya, di mana keadilannya, di mana beradabnya?” imbuhnya.

Selengkapnya baca di halaman berikutnya.

Exit mobile version